Foto: Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Letjen TNI Doni Monardo. Foto: Dok. Pendam Brawijaya |
Pelaksanaan dari program tersebut baru berlaku bagi sejumlah daerah yang berada di zona hijau dan tidak terdapat kasus COVID-19. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo, mengatakan bahwa langkah kebijakan tersebut telah mendapatkan respons yang positif dari beberapa pimpinan daerah.
"Berdasarkan laporan yang diterima Ketua Gugus Tugas, kebijakan tersebut telah direspons baik oleh pemimpin daerah di 102 Kabupaten/Kota," kata Doni dalam keterangan tertulis, Jumat (5/6). Selanjutnya, para pimpinan di daerah juga telah mengupayakan persiapan dengan seksama dan membangun komunikasi dengan semua kelompok dan komponen masyarakat serta bergotong-royong sebelum menjalankan kegiatan masyarakat produktif dan aman COVID-19. Hingga saat ini, beberapa pimpinan di daerah telah melaporkan bahwa laju peningkatan kasus di wilayahnya masing-masing dapat ditekan. Namun memang diakui bahwa hal itu belum maksimal di beberapa daerah yang lain.
"Hingga saat ini kita sudah bisa menekan laju peningkatan kasus di beberapa daerah, meskipun di beberapa daerah lainnya masih belum maksimal," jelas Doni.
Kepala Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Doni Monardo. Foto: Dok. BNPB
Menurut Doni, pelaksanaan masyarakat produktif dan aman COVID-19 harus terencana dengan menjalankan tahapan-tahapan meliputi, waktu yang tepat, sektor yang diprioritaskan, koordinasi yang ketat antara pusat dan daerah, serta monitoring dan evaluasi.
"Untuk memastikan terlaksananya tahapan tersebut diperlukan pengawasan dan pengendalian agar tercapai masyarakat produktif dan aman COVID-19," kata Doni.
Pemerintah akan tetap fokus dan optimal dalam pengendalian COVID-19 agar masyarakat tidak sampai terpapar. Pada saat yang bersamaan pemerintah juga harus melindungi jutaan masyarakat yang kehilangan pekerjaan.
Menurutnya, dampak dari kondisi pandemi tersebut juga dapat memicu masalah baru yang berujung pada menurunnya imunitas sehingga rentan terhadap paparan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
"Dampak dari kehilangan pekerjaan ini akan mengurangi daya beli masyarakat sehingga tidak mampu mendapatkan asupan makanan bergizi yang dapat menurunkan imunitas tubuh sehingga berisiko terpapar COVID-19," kata Doni.
Menurut data Kementerian Tenaga Kerja saat ini menunjukkan dampak COVID-19 telah mengakibatkan sekitar 3,7 juta pekerja formal kehilangan pekerjaan. Ini belum termasuk mereka yang kehilangan pekerjaan di sektor informal. Mengacu pada Pembukaan UUD 1945, Pemerintah Negara Indonesia telah diamanatkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Di sisi lain, sesuai Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 telah menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk menindaklanjuti amanat konstitusi tersebut, maka Gugus Tugas mempertimbangkan beberapa hal, antara lain dampak kesehatan, sosial ekonomi, dan tenaga kerja, sebagaimana arahan dari Presiden Joko Widodo untuk menentukan tahapan pembukaan sektor ekonomi.
"Presiden Joko Widodo telah menugaskan Ketua Gugus Tugas untuk menyampaikan pembukaan kembali sektor yang memiliki dampak positif terhadap hajat hidup orang banyak," tutur Doni. Selanjutnya Gugus Tugas juga melakukan diskusi dengan Pimpinan Kementerian/Lembaga terkait, pakar epidemiologi, kesehatan masyarakat, ekonomi kerakyatan, sosial-budaya dan keamanan. Gugus Tugas telah mempertimbangkan risiko penularan yang menggunakan indikator kesehatan masyarakat berbasis data yakni: epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan untuk melakukan pembukaan sembilan sektor ekonomi ini.
Selain itu, penilaian dampak ekonomi dilaksanakan dengan menggunakan indikator indeks dampak ekonomi dari 3 aspek yaitu aspek ketenagakerjaan, proporsi Produk Domestik Regional Bruto sektoral, dan indeks keterkaitan sektor. Sembilan sektor yang ditetapkan untuk dibuka kembali meliputi; pertambangan, perminyakan, industri, konstruksi, perkebunan, pertanian dan peternakan, perikanan, logistik dan transportasi barang.
Menurut keputusan yang diambil, sembilan sektor tersebut dinilai memiliki risiko ancaman COVID-19 yang rendah, namun menciptakan lapangan kerja yang luas dan mempunyai dampak ekonomi yang signifikan.
Alat berat mengangkut ore hasil pertambangan di Tambang Emas PT Bumi Suksesindo (BSI) Gunung Tumpang Pitu, Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (5/12). Foto: ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Adapun pembukaan sektor-sektor ekonomi tersebut dilakukan oleh kementerian terkait dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, diawali dengan edukasi, sosialisasi dan simulasi secara bertahap.
"Protokol pelaksanaan di masing-masing sektor dibuat oleh kementerian/lembaga terkait," jelas Doni. Selain itu, supervisi berupa monitoring dan evaluasi juga dilakukan bersama-sama kementerian/dinas terkait, Gugus Tugas Pusat dan daerah serta elemen masyarakat secara terus menerus.
Apabila dalam perkembangannya ditemukan kasus COVID-19 baru, maka Ketua Gugus Tugas akan memberi rekomendasi susulan untuk menutup kembali aktivitas tersebut.
"Jika dalam perkembangannya ditemukan kasus COVID-19 dalam sektor tersebut, maka Gugus Tugas akan merekomendasikan kepada kementerian terkait untuk menutup kembali aktivitasnya," kata Doni. Dalam hal ini perusahaan atau sektor yang melakukan aktivitas juga wajib mengambil tindakan preventif apabila terjadi potensi transmisi lokal ke masyarakat luas.
"Maka perusahaan dan/atau manajemen kawasan sektor tersebut berkewajiban untuk melakukan testing yang masif, tracing agresif, dan isolasi yang ketat dalam kluster penyebaran dari kawasan tersebut," pungkas Doni.
Source: kumparan.com