Virus Corona: Menkes terbitkan pedoman pelaksanaan PSBB, apa bedanya dengan pembatasan yang sudah terjadi?

Header Menu


Virus Corona: Menkes terbitkan pedoman pelaksanaan PSBB, apa bedanya dengan pembatasan yang sudah terjadi?

SEO
Sabtu, 04 April 2020

Pengukuran suhu tubuh dilakukan terhadap para pekerja di Bandara Sentani, Jayapura, Papua, sejak akhir Maret lalu. Pemprov Papua sempat menutup penerbangan komersial ke Jayapura demi cegah penyebaran Covid-19, tapi dibatalkan pemerintah pusat.

Liputan Jakarta - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto terbitkan pedoman teknis pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun sejumlah daerah sudah melakukan pembatasan bahkan karantina parsial sejak pekan ketiga Maret 2020.

Pedoman pelaksanaan PSBB yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan no 9 tahun 2020 mengatur antara lain kriteria penetapan PSBB di suatu wilayah, baik kota/kabupaten hingga tingkat provinsi serta pembatasan kegiatan di suatu wilayah.

Sebelum pedoman pelaksanaan PSBB ini diterbitkan, sejumlah daerah sudah melakukan berbagai pembatasan. Lalu apa bedanya dengan pembatasan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang pedoman PSBB?

Berikut kegiatan-kegiatan yang dibatasi bila suatu wilayah menerapkan PSBB sesuai pasal 13 dalam Permenkes yang baru diterbitkan itu:
  • peliburan sekolah dan tempat kerja
  • pembatasan kegiatan keagamaan
  • pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum
  • pembatasan kegiatan sosial dan budaya
  • pembatasan moda transportasi
  • pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan
Pembatasan dikecualikan bagi instansi dan kegiatan strategis terkait pangan, BBM, ekonomi dan keuangan, layanan kesehatan, ekspor impor, komunikasi, industri, pertahanan keamanan, ketertiban umum, dan distribusi logistik, serta yang menyangkut kebutuhan dasar lainnya.


virus coronaHak atas fotoANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA
Image captionPetugas kesehatan menunjukkan hasil rapid test.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 21/2020 tentang PSBB, kepala daerah harus meminta izin kepada Terawan sebelum menetapkan pembatasan terhadap pergerakan orang atau barang dalam satu provinsi, kabupaten, atau kota.
Terawan bisa menolak atau menyetujui permohonan izin itu berdasarkan sejumlah pertimbangan, dari besarnya ancaman wabah, efektivitas pembatasan sosial, hingga faktor politik, ekonomi, sosial, dan keamanan lokal.
Sebelum Jokowi mengeluarkan PP pembatasan sosial yang merupakan turunan UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Wilayah, sejumlah kepala daerah sudah menutup wilayah mereka dengan klaim untuk menghentikan penyebaran Covid-19.
Sebelum ada eksaminasi atau pengujian apakah kebijakan di tingkat lokal tepat atau tidak, penutupan wilayah dan pembatasan pergerakan orang itu dibatalkan.

Pembatasan yang sudah dilakukan kepala daerah sebelum Permenkes terbit



Virus coronaHak atas fotoANTARA/OKY LUKMANSYAH
Image captionPemkot Tegal membuka kembali lima jalur utama masuk ke wilayah mereka setelah kebijakan isolasi wilayah.

Wali Kota tegal, Dedy Yon Supriyono, menutup akses darat menuju Tegal menggunakan beton seberat dua ton. "Ini demi kebaikan," kata Dedy kepada pers, 26 Maret lalu.
Namun pada 2 April, Dedy membongkar kembali pembatas beton di beberapa ruas jalan Tegal. Alasannya, kebijakan isolasi wilayah menyebabkan keruwetan lalu lintas.
Pemkot Tegal mengklaim akan mengganti pembatas beton itu dengan petugas kesehatan yang secara berkala memeriksa suhu tubuh dan menyemprotkan cairan disinfektan kepada pengguna jalan.


Virus coronaHak atas fotoANTARA/FAUZAN
Image captionPT Jasa Marga (Persero) menyebut penutupan tol di Jabodetabek menunggu keputusan resmi pemerintah pusat soal karantina kesehatan. Foto ini diabadikan 2 April lalu di ruas tol Tangerang-Jakarta.

Adapun pada 28 Maret, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengirim surat ke pemerintah pusat agar mempersilakannya mengisolasi ibu kota.
Namun dengan merujuk UU Kekarantinaan Kesehatan, Jokowi menyatakan sebagai kepala daerah, Anies tak berhak menutup wilayah. Hanya pemerintah pusat yang disebutnya bisa menetapkan kebijakan itu.
Anies juga sempat menurunkan intensitas layanan transportasi publik di Jakarta. Dikritik sebagian kalangan dan ditegur pemerintah pusat karena sebabkan antrean panjang pengguna layanan, aturan itu dianulir Anies.
"Transportasi publik harus tetap dijalankan oleh Pemerintah pusat dan daerah dengan memperhatikan kebersihan, baik itu kereta api, bus kota, MRT, LRT, bus trans," kata Jokowi 16 Maret silam.
Terkait sejumlah kebijakannya soal wabah Covid-19, Anies berkata, "Kami mengantisipasi semua kemungkinan, tapi pada tahap ini kita harus melakukan pengurangan interaksi."


Virus coronaHak atas fotoGETTY IMAGES/ULET IFANSASTI
Image captionPetugas dari Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta menyemprotkan cairan disenfektan di Taman Sari, salah satu tujuan wisata utama di daerah tersebut.

Keputusan pembatasan pergerakan orang sempat diambil Gubernur Papua, Lukas Enembe. Ia menutup sementara penerbangan dan pelayaran menuju Papua dari 26 Maret hingga 9 April mendatang.
Akan tetapi, seperti kebijakan serupa yang diambil kepala daerah lainnya, penutupan wilayah Papua itu tidak diakui pemerintah pusat.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Novie Riyanyo menyatakan, penutupan bandara hanya bisa diputuskan oleh Kementerian Perhubungan, bukan kepala daerah.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melarang warganya yang merantau untuk mudik selama wabah Covid-19 dan jelang lebaran. Namun kebijakan itu belum tertuang dalam produk hukum.
"Jangan mudik dulu di situasi pandemi Covid-19 ini," ujar Ridwan melalui akun Instagramnya.
Dalam unggahan itu ia memberi tiga kausalitas yang membuat warga Jawa Barat bisa mengurungkan niat untuk mudik.
Dua di antaranya risiko penularan virus corona baru dan jaminan bantuan kebutuhan dasar dari pemerintah DKI, termasuk untuk warga Jawa Barat jika pembatasan sosial benar-benar terlaksana di ibu kota.
Ridwan Kamil akhir Maret lalu juga mempersilakan bupati dan wali kota di Jawa Barat untuk melakukan karantina wilayah parsial, maksimal hingga tingkat kecamatan.

Lockdown, karantina wilayah, dan PSBB

Sejak virus corona baru ini menyebar di Indonesia, muncul perdebatan mendasar tentang definisi lockdown dan karantina wilayah.
Sebelum peraturan menteri tentang PSBB dikeluarkan Terawan, Jokowi dan pemerintah pusat tercatat tidak pernah mengeluarkan larangan apapun terkait pergerakan orang.
Prinsip jarak aman antarorang atau physical distancing hingga persoalan mudik yang dituturkan Jokowi sejauh ini bersifat anjuran atau imbauan.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto dalam keterangan pers Sabtu (4/4) menyatakan keprihatinan karena masih terus bertambahnya kasus positif Covid-19. Per hari rata-rata penambahan kasus positif lebih dari100 orang sejak 23 Maret 2020.
Yurianto mengklaim kondisi yang memprihatinkan ini terjadi karena masih ada pergerakan Orang Tanpa Gejala (OTG).
"Kita masih cukup prihatin. Masih ada penambahan 106 kasus sehingga total menjadi 2.092 kasus positif. Sebaran kasus sekarang muncul akibat pergerakan OTG dari kota-kota pusat penyebaran Covid-19 ke kota-kota di sekitarnya, ke keluarganya, ke rumah saudaranya."


sumber: bbcIndonesia